Produk sawit Indonesia terus mendapat tekanan, khususnya di negara Eropa. Tekanan tersebut dilakukan oleh NGO alias lembaga swadaya masyarakat (LSM) melalui serangkaian kampanye hitam. Di beberapa negara Eropa seperti Belgia, Perancis, dan Roma, kampanye hitam menekankan isu pada dampak negatif produk sawit bagi kesehatan, lingkungan dan kesejahteraan petani.
Padahal, menurut data Kementerian Perdagangan, Indonesia adalah pemasok utama crude palm oil (CPO) alias minyak sawit ke Eropa. Ekspor tiap tahun rata-rata mencapai 3,5 juta ton, sedangkan kebutuhan CPO Eropa mencapai 6,3 juta ton. Selain itu, di dalam negeri industri sawit dapat diandalkan sebagai sumber penghasilan bagi 5,3 juta pekerja dan memberi kehidupan bagi 21 juta orang masyarakat Indonesia.
Data tersebut menunjukkan betapa vital industri sawit bagi perekonomian Indonesia. Saat ini, banyaknya perspektif keliru tentang sawit beraroma sentimen negatif yang disuarakan Uni Eropa dan LSM berkembang menjadi kepercayaan masyarakat global.
Uni Eropa tercatat “mengganggu” industri sawit Indonesia sejak tahun 70-an. Saat itu mereka mengatakan sawit tidak sehat. Padahal semua minyak nabati yang mereka hasilkan sama baik dan buruknya seperti soy oil, coconut oil, rapeseed oil dan peanut oil. Semua memiliki kelebihan dan kekurangan, mengapa hanya sisi negatif sawit yang disorot?
Pada 1990-an, LSM asing menuduh sawit sebagai perusak hutan. Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai Rencana Tata Ruang Wilayah, dan titik yang diizinkan untuk menjadi lahan sawit tentu sudah melalui kajian lingkungan yang mendalam. Segala tuduhan yang diungkapkan Uni Eropa selalu didukung oleh Amerika Serikat (AS). Sesama negara penghasil minyak nabati yang penjualannya tertinggal dan kalah bersaing dengan kelapa sawit.
Setiap hektare lahan sawit Indonesia bisa menghasilkan 4 ton minyak nabati per tahun, komoditas lain hanya separuhnya. Tingginya produktivitas ini membuat harga sawit Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan minyak nabati dari Uni Eropa dan AS.
Jika kita dan menelisik lebih jauh, sejatinya segala sematan negatif yang ditujukan kepada industri sawit Indonesia adalah sebuah “opera” dari persaingan dagang global. LSM internasional (yang tidak terdaftar di Indonesia) nyata-nyata menjadi pemain pendukung atau salah satu instrumen yang turut membuat propaganda dunia.
Di meja diplomasi, pertarungan yang sesungguhnya terjadi. Uni Eropa membutuhkan pasokan CPO sebanyak 6,3 juta ton. sedangkan Indonesia dan Malaysia menguasai pasar akibat produksi minyak nabati mereka kalah laku dari sawit.
Indonesia memiliki tujuh komoditas utama nonmigas sebagai pemasok devisa negara dan sawit menempati peringkat pertama. Karena itu, industri sawit harus dilihat sebagai prioritas dalam iklim ekspor Indonesia, dijaga, dan terus dikembangkan.
Langkah pemerintah sejauh ini masih dirasa reaktif. Seharusnya pemerintah produktif menjaga ritme perdagangan sawit. Pemerintah perlu melawan sekuat tenaga segala bentuk kampanye hitam dengan kampanye positif, mencitrakan industri kelapa sawit dengan menghadirkan pemberitaan berimbang, guna membuka mata masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya.
Kemudian pemerintah harus serius memperhatikan sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). Masih banyaknya perusahaan sawit besar yang belum memiliki ISPO menjadi pintu masuk bagi LSM asing menyerang industri sawit nasional.
Terakhir, pemerintah harus memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional. Langkah ini bisa dilakukan dengan mengedepankan konsep Indonesia Incorporated.
Konsep Indonesia Incorporated yang dikelola bersama dengan perusahaan induk/holding company dalam bentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sehingga dapat mengatur dan menjaga stabilitas harga. Kebijakan ini juga bisa diambil untuk menghindarkan potensi dipermainkan oleh pihak lain.
Dan di balik itu semua, kesejahteraan masyarakat serta komitmen untuk menjaga harmoni di antara ekonomi dan lingkungan adalah akar dari segala perjuangan ini bermula. Seluruh elemen, baik pemerintah, pengusaha, dan masyarakat harus sadar betul tentang pentingnya bersinergi dan berjalan beriringan untuk kesejahteraan rakyat.