Sekitar 300 pengunjuk rasa Papua Barat yang menyerukan kemerdekaan untuk salah satu wilayah Indonesia itu, berhadapan dengan kelompok kontra-kemerdekaan Papua Barat pada hari Sabtu (1/12) di Surabaya.
Para pengunjuk rasa itu meneriakkan “Papua Merdeka” dan menggelar spanduk menuntut referendum kemerdekaan untuk menandai 1 Desember, yang banyak orang Papua Barat peringati sebagai hari di mana mereka seharusnya merdeka.
“Kami menuntut kebenaran sejarah kami,” seorang pembicara berteriak pada kerumunan massa di unjuk rasa tersebut, yang diselenggarakan oleh Aliansi Pelajar Papua. “Referendum untuk kemerdekaan adalah solusi yang tepat untuk rakyat Papua.”
Kerumunan itu, yang sebagian mengenakan ikat kepala bendera bintang kejora sebagai simbol kelompok separatis, diblokir dari melanjutkan long march-nya ke pusat kota oleh sejumlah orang yang kontra-kemerdekaan Papua Barat dari beberapa organisasi pemuda di Surabaya, ibukota provinsi Jawa Timur. Beberapa orang itu mengkonfrontir para pengunjuk rasa pro-kemerdekaan dengan bambu runcing.
“Anda dapat menggalang untuk menyuarakan aspirasi Anda, tetapi jangan membawa isu separatis,” kata seorang pembicara dari kelompok saingan tersebut. “Papua adalah bagian dari Indonesia selamanya, dan kami bersedia mati untuk membela negara kesatuan Indonesia.”
Anggota dari dua kubu saling mendorong, tetapi beberapa ratus polisi anti huru-hara mencegah kedua kelompok tersebut bentrok, kata juru bicara kepolisian Jawa Timur Frans Barung Mangera.
Protes berakhir setelah sekitar dua jam. Tidak ada yang ditahan oleh polisi, kata Mangera.
Gerakan Papua Merdeka, kelompok separatis di provinsi Papua yang bergolak tersebut, mendeklarasikan kemerdekaan dari pemerintahan Belanda pada 1 Desember 1961. Kemerdekaan itu ditolak oleh Belanda dan kemudian juga ditolak oleh Indonesia.
Papua Barat, bekas koloni Belanda di bagian barat Papua Nugini, dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1969 setelah pemungutan suara yang disponsori oleh PBB yang dianggap palsu oleh banyak orang. Sekelompok kecil separatis yang bersenjata lemah telah berjuang untuk kemerdekaan sejak saat itu.
Selama bertahun-tahun, pemberontakan tingkat rendah telah melanda kawasan yang kaya mineral, yang secara etnis dan budaya berbeda dari sebagian besar wilayah Indonesia.
Pemerintah Indonesia, yang selama beberapa dekade memiliki kebijakan untuk mengirim orang Jawa dan orang Indonesia lainnya untuk menetap di Papua, sekarang juga berusaha memacu pembangunan ekonomi untuk meredam gerakan separatis.