• Latest
  • Trending
HTI di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Bergambut akan jadi Dosa  Jokowi

HTI di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Bergambut akan jadi Dosa Jokowi

October 10, 2017
KPK Usut Dugaan Suap Terkait Pajak, Nilainya Ditaksir Puluhan Miliar Rupiah

KPK Usut Dugaan Suap Terkait Pajak, Nilainya Ditaksir Puluhan Miliar Rupiah

March 3, 2021
Lebih 100 Tahun Hilang, Kadal Ini Muncul Lagi di Danau Toba

Lebih 100 Tahun Hilang, Kadal Ini Muncul Lagi di Danau Toba

March 3, 2021
Detik-detik Kepulangan 11 Orangutan ke Indonesia, Usai Diselamatkan dari Penyelundupan di Thailand dan Malaysia

Detik-detik Kepulangan 11 Orangutan ke Indonesia, Usai Diselamatkan dari Penyelundupan di Thailand dan Malaysia

December 19, 2020
Awasi Hutan, Taman Nasional Bali Barat Jajaki Pemanfaatan Teknologi AI

Awasi Hutan, Taman Nasional Bali Barat Jajaki Pemanfaatan Teknologi AI

October 27, 2020
Eksotika Kayan Miau Baru, Pariwisata Berbasis Lingkungan di Kaltim

Eksotika Kayan Miau Baru, Pariwisata Berbasis Lingkungan di Kaltim

October 27, 2020
Gerakan Penghijauan, Pjs Bupati Blitar Tanam Pohon di Gondomayit

Gerakan Penghijauan, Pjs Bupati Blitar Tanam Pohon di Gondomayit

October 27, 2020
Sederet Tempat Menakjubkan di Sulsel untuk Habiskan Waktu Libur Panjang

Sederet Tempat Menakjubkan di Sulsel untuk Habiskan Waktu Libur Panjang

October 27, 2020
Gajah di Riau dalam Rimba Konsesi

Gajah di Riau dalam Rimba Konsesi

October 27, 2020
Taman Kehati Belitung, Menjaga Bukit Peramun dari Kegiatan Tambang Timah

Taman Kehati Belitung, Menjaga Bukit Peramun dari Kegiatan Tambang Timah

October 26, 2020
BPDPKS: Industri Seksi, Tak Heran Sawit Terus Diserang

BPDPKS: Industri Seksi, Tak Heran Sawit Terus Diserang

October 26, 2020
Komisi Nasional UNESCO Ingatkan Amdal ‘Jurassic Park’ NTT

Komisi Nasional UNESCO Ingatkan Amdal ‘Jurassic Park’ NTT

October 26, 2020
Kisah Harmonis Ata Modo Berbagi Hasil Buruan dengan Komodo

Kisah Harmonis Ata Modo Berbagi Hasil Buruan dengan Komodo

October 26, 2020
Thursday, March 4, 2021
riauberita.com
No Result
View All Result
  • Indonesia
    • Riau News
  • World
    • Africa
    • Asia
      • China
    • Canada
    • Europe
    • Latin America
    • Middle East
    • Russian Federation
    • United Kingdom
    • United States
  • National Security
    • Military
    • Politics
    • Terrorism
  • Business
    • Economy
  • Science
    • Technology
  • Culture
    • Art
    • Books & Literature
    • Food & Drink
    • Health
    • History
    • Movies & TV
    • Music
    • Religion
    • Travel
    • Women & Children
  • Environment
    • Climate Change
    • Wildlife
  • Sports
    • Auto Racing
    • Cycling
    • Football
    • Golf
    • Olympics
    • Tennis
    • Water Sports
  • Indonesia
    • Riau News
  • World
    • Africa
    • Asia
      • China
    • Canada
    • Europe
    • Latin America
    • Middle East
    • Russian Federation
    • United Kingdom
    • United States
  • National Security
    • Military
    • Politics
    • Terrorism
  • Business
    • Economy
  • Science
    • Technology
  • Culture
    • Art
    • Books & Literature
    • Food & Drink
    • Health
    • History
    • Movies & TV
    • Music
    • Religion
    • Travel
    • Women & Children
  • Environment
    • Climate Change
    • Wildlife
  • Sports
    • Auto Racing
    • Cycling
    • Football
    • Golf
    • Olympics
    • Tennis
    • Water Sports
No Result
View All Result
riauberita.com
No Result
View All Result

HTI di Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil Bergambut akan jadi Dosa Jokowi

October 10, 2017
in Business, Economy, Environment, Featured, Indonesia, Info Daerah, National Security, Riau News
0
Home Business
ADVERTISEMENT
Post Views: 537

 

Peraturan Pemerintah (PP) 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut telah mengatur tata laksana gambut, kriteria kerusakan gambut dan membagi fungsi gambut menjadi dua, fungsi lindung dan budidaya.

Di Riau,  mayoritas areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) berada di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang merupakan fungsi lindung, khususnya izin HTI yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil bergambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter.

Penguasaan izin HTI di Riau di dominasi dua grup besar yaitu: APRIL(Asia Pacific Resources International Holdings Limited) dan APP (Asia Pulp and Paper).

Keberadaan izin-izin oprasional HTI di gambut dengan fungsi lindung tersebut selain bertentangan dengan regulasi pemerintah juga menjadi malapetaka yang menyuramkan kehidupan masyarakat gambut saat ini dan dimasa mendatang. Bergantinya hutan dan lahan gambut menjadi komoditi tunggal berupa tanaman Akasia (Acacia Crassicarpa) menggerus sumber kehidupan masyarakat berupa hutan, sungai dan tata kelola masyarakat yang berupa pertanian dan perkebunan, selain itu juga berimplikasi terhadap bencana banjir dan kebakaran yang massif.

Isnadi Esman, Sekretaris Jendral (Sekjen) Organisasi Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), menyebutkan izin-izin HTI di wilayah pesisir, pulau kecil dan bergambut berada di Semenanjung Kampar dan Kerumutan di Kab. Pelalawan dan Kab. Siak, Pulau Rupat, Pulau Bengkalis di Kab. Bengkalis, Pulau Tebing Tinggi, Pulau Rangsang dan Pulau Padang di Kab. Kepulauan Meranti, sejak terbitnya izin-izin HTI di wilayah tersebut perekonomian masyarakat turun drastis, sudah sangat sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu, rotan,hewan buruan, damar, ikan serta tanaman obat yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan masyarakat selain bertani dan berkebun. Dan dampak yang paling menyengsarakan adalah konflik tanah dan sosial yang terjadi di masyarakat, putusnya kearifan lokal dan budaya masyarakat gambut”.

“Contoh kongkrit misalnya di Pulau Padang, catatan sejarah masyarakat Pulau Padang sejak tahun 1916 telah bermukim dan memanfaatkan hutan dan lahan gambut secara arif dan lestari dengan menanam sagu sebagai komoditi ungulan, tidak ada drainase/kanal lebar yang di bangun, perpaduan budaya dan suku yang terbangun secara harmonis, suku melayu dominan mengelola wilayah pesisir dan suku jawa dominan di darat, menukar hasil nelayan dengan hasil pertanian di lahan gambut menjadi hal yang biasa yang menjembatani interaksi sosial, itu juga merupakan sistem ekonomi yang selaras dengan budaya dan kerjasama yang terbangun bagi masyarakat Pulau Padang, silang sengketa yang pernah terjadi hanya berupa hal-hal normative dan dapat dengan mudah diselesaikan oleh tokoh agama dan tokoh kesukuan”.

“Tapi kini, izin oprasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang berupa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dengan komoditi tanaman akasia SK No. 327/Menhut-II/2009 yang diaddendum pada tahun 2013 dengan No. 180/Menhut-II/2013 mengerus kehidupan masyarakat Pulau Padang dan memudarkan budaya serta memicu konflik tenurial dan sosial di masyarakat. Dulu, masyarakat selain mengambil hasil hutan sebagai sumber kehidupan yang disediakan alam, masyarakat juga memiliki tata kelola ekonomi yang tersistem dan lestari, misalnya saja: Masyarakat menanam karet di sekitar permukiman, hasil karet yang di sadap atau di “toreh” menjadi sumber penghasilan setiap hari yang digunakan untuk kebutuhan kosumsi sehari-hari, kemudian masyarakat juga menanam kelapa yang berdampingan dengan tanaman karet, hasil dari perkebunan kelapa yang di panen setiap 2 (dua) minggu atau satu bulan memenuhi kebutuhan sekolah anak, sumbangan desa, sumbangan sarana ibadah dan kebutuhan yang sifatnya tidak rutin seperti sumbangan acara-acara pernikahan atau kegiatan desa, sedangkan tanaman sagu yang dominan tumbuh maupun dibudidayakan di sepanjang sungai, wilayah pesisir dan tanaman sela di hutan menjadi penghasilan tahunan yang menjadi tabungan untuk bisa digunkan sebagai kebutuhan seperti melaksanakan ibadah haji, kebutuhan hari besar keagamaan, kebutuhan pesta pernikahan anak dan untuk membangun tempat tinggal”.

“Dari situ kita dapat analisa bahwa sistem tata kelola gambut yang arif dan lestari mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, membangun budaya dan kebersamaan serta membangun infrastruktur di desa”.

“Saat ini, 90 persen tanaman kelapa masyarakat di Pulau Padang mati diserang hama kumbang yang berasal dari areal konsesi PT. RAPP, begitu juga dengan tanaman sagu. Karet sudah tidak lagi produktif sebagai mana dulu akibat penurunan permukaan gambut yang terus terjadi akibat habisnya tutupan hutan dan adannya kanal-kanal/drainasse besar yang dibangun di areal konsesi. Dari riset pengukuran kedalaman gambut dan penurunan permukaan tanah (subsidensi) yang dilakukan oleh JMGR bersama satu perguruan tinggi di Riau menemukan kedalaman gambut di Pulau Padang 4-12 meter baik di areal permukiman maupun di dalam izin konsesi HTI, subsidensi terjadi 9-10 cm/tahun, hal ini mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat dan juga ekosistem gambut secara keseluruhan yang ada di Pulau Padang”.

“Adanya peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, kondisi eksisting pulau padang, konflik tanah dan sosial serta arogansi PT. RAPP ketika menghadang Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) tahun lalu, dan hasil pemetaan Lidar serta kajian dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah sangat menjadi alas an yang cukup kuat untuk segera mencabut izin HTI PT. RAPP di Pulau Padang. Pencabutan HTI PT. Lestari Unggul Makmur di Pulau Tebing Tinggi menjadi contoh baik oleh pemerintah untuk masyarakat, pemberian izin kelola berupa Perhutanan Sosial menjadi pilihan bijak untuk diimplementasikan dan dipercepat pasca pencabutan izin HTI”.

“Tahun politik sudah menjelang tiba, jangan sampai isu-isu lingkungan dan konflik dijadikan menu jualan dalam kampanye kepentingan, cukup sudah derita masyarakat yang berada di wilayah pesisir pulau kecil dan bergambut. Lahirnya perizinan di wilayah tersebut yang merupakan “dosa” rezim masa lalu jangan menjadi warisan untuk rezim sekarang yang tetap dipelihara untuk mematikan kehidupan masyarakat gambut. Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini harus tegas dan berani terhadap izin-izin sektor kehutanan yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat gambut”. Pungkas Isnadi.rls

PEKANBARU RiauNews.com- Peraturan Pemerintah (PP) 57 tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut telah mengatur tata laksana gambut, kriteria kerusakan gambut dan membagi fungsi gambut menjadi dua, fungsi lindung dan budidaya.

Di Riau,  mayoritas areal konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI) berada di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) yang merupakan fungsi lindung, khususnya izin HTI yang berada di wilayah pesisir dan pulau kecil bergambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter.

Penguasaan izin HTI di Riau di dominasi dua grup besar yaitu: APRIL(Asia Pacific Resources International Holdings Limited) dan APP (Asia Pulp and Paper).

Keberadaan izin-izin oprasional HTI di gambut dengan fungsi lindung tersebut selain bertentangan dengan regulasi pemerintah juga menjadi malapetaka yang menyuramkan kehidupan masyarakat gambut saat ini dan dimasa mendatang. Bergantinya hutan dan lahan gambut menjadi komoditi tunggal berupa tanaman Akasia (Acacia Crassicarpa) menggerus sumber kehidupan masyarakat berupa hutan, sungai dan tata kelola masyarakat yang berupa pertanian dan perkebunan, selain itu juga berimplikasi terhadap bencana banjir dan kebakaran yang massif.

Isnadi Esman, Sekretaris Jendral (Sekjen) Organisasi Jaringan Masyarakat Gambut Riau (JMGR), menyebutkan izin-izin HTI di wilayah pesisir, pulau kecil dan bergambut berada di Semenanjung Kampar dan Kerumutan di Kab. Pelalawan dan Kab. Siak, Pulau Rupat, Pulau Bengkalis di Kab. Bengkalis, Pulau Tebing Tinggi, Pulau Rangsang dan Pulau Padang di Kab. Kepulauan Meranti, sejak terbitnya izin-izin HTI di wilayah tersebut perekonomian masyarakat turun drastis, sudah sangat sulit bagi masyarakat untuk mendapatkan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu, rotan,hewan buruan, damar, ikan serta tanaman obat yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan masyarakat selain bertani dan berkebun. Dan dampak yang paling menyengsarakan adalah konflik tanah dan sosial yang terjadi di masyarakat, putusnya kearifan lokal dan budaya masyarakat gambut”.

“Contoh kongkrit misalnya di Pulau Padang, catatan sejarah masyarakat Pulau Padang sejak tahun 1916 telah bermukim dan memanfaatkan hutan dan lahan gambut secara arif dan lestari dengan menanam sagu sebagai komoditi ungulan, tidak ada drainase/kanal lebar yang di bangun, perpaduan budaya dan suku yang terbangun secara harmonis, suku melayu dominan mengelola wilayah pesisir dan suku jawa dominan di darat, menukar hasil nelayan dengan hasil pertanian di lahan gambut menjadi hal yang biasa yang menjembatani interaksi sosial, itu juga merupakan sistem ekonomi yang selaras dengan budaya dan kerjasama yang terbangun bagi masyarakat Pulau Padang, silang sengketa yang pernah terjadi hanya berupa hal-hal normative dan dapat dengan mudah diselesaikan oleh tokoh agama dan tokoh kesukuan”.

“Tapi kini, izin oprasional PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) yang berupa Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dengan komoditi tanaman akasia SK No. 327/Menhut-II/2009 yang diaddendum pada tahun 2013 dengan No. 180/Menhut-II/2013 mengerus kehidupan masyarakat Pulau Padang dan memudarkan budaya serta memicu konflik tenurial dan sosial di masyarakat. Dulu, masyarakat selain mengambil hasil hutan sebagai sumber kehidupan yang disediakan alam, masyarakat juga memiliki tata kelola ekonomi yang tersistem dan lestari, misalnya saja: Masyarakat menanam karet di sekitar permukiman, hasil karet yang di sadap atau di “toreh” menjadi sumber penghasilan setiap hari yang digunakan untuk kebutuhan kosumsi sehari-hari, kemudian masyarakat juga menanam kelapa yang berdampingan dengan tanaman karet, hasil dari perkebunan kelapa yang di panen setiap 2 (dua) minggu atau satu bulan memenuhi kebutuhan sekolah anak, sumbangan desa, sumbangan sarana ibadah dan kebutuhan yang sifatnya tidak rutin seperti sumbangan acara-acara pernikahan atau kegiatan desa, sedangkan tanaman sagu yang dominan tumbuh maupun dibudidayakan di sepanjang sungai, wilayah pesisir dan tanaman sela di hutan menjadi penghasilan tahunan yang menjadi tabungan untuk bisa digunkan sebagai kebutuhan seperti melaksanakan ibadah haji, kebutuhan hari besar keagamaan, kebutuhan pesta pernikahan anak dan untuk membangun tempat tinggal”.

“Dari situ kita dapat analisa bahwa sistem tata kelola gambut yang arif dan lestari mampu memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, membangun budaya dan kebersamaan serta membangun infrastruktur di desa”.

“Saat ini, 90 persen tanaman kelapa masyarakat di Pulau Padang mati diserang hama kumbang yang berasal dari areal konsesi PT. RAPP, begitu juga dengan tanaman sagu. Karet sudah tidak lagi produktif sebagai mana dulu akibat penurunan permukaan gambut yang terus terjadi akibat habisnya tutupan hutan dan adannya kanal-kanal/drainasse besar yang dibangun di areal konsesi. Dari riset pengukuran kedalaman gambut dan penurunan permukaan tanah (subsidensi) yang dilakukan oleh JMGR bersama satu perguruan tinggi di Riau menemukan kedalaman gambut di Pulau Padang 4-12 meter baik di areal permukiman maupun di dalam izin konsesi HTI, subsidensi terjadi 9-10 cm/tahun, hal ini mengancam keberlangsungan kehidupan masyarakat dan juga ekosistem gambut secara keseluruhan yang ada di Pulau Padang”.

“Adanya peraturan pemerintah tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut, kondisi eksisting pulau padang, konflik tanah dan sosial serta arogansi PT. RAPP ketika menghadang Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) tahun lalu, dan hasil pemetaan Lidar serta kajian dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah sangat menjadi alas an yang cukup kuat untuk segera mencabut izin HTI PT. RAPP di Pulau Padang. Pencabutan HTI PT. Lestari Unggul Makmur di Pulau Tebing Tinggi menjadi contoh baik oleh pemerintah untuk masyarakat, pemberian izin kelola berupa Perhutanan Sosial menjadi pilihan bijak untuk diimplementasikan dan dipercepat pasca pencabutan izin HTI”.

“Tahun politik sudah menjelang tiba, jangan sampai isu-isu lingkungan dan konflik dijadikan menu jualan dalam kampanye kepentingan, cukup sudah derita masyarakat yang berada di wilayah pesisir pulau kecil dan bergambut. Lahirnya perizinan di wilayah tersebut yang merupakan “dosa” rezim masa lalu jangan menjadi warisan untuk rezim sekarang yang tetap dipelihara untuk mematikan kehidupan masyarakat gambut. Pemerintahan Presiden Jokowi saat ini harus tegas dan berani terhadap izin-izin sektor kehutanan yang berdampak buruk terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat gambut”. Pungkas Isnadi.

Source :
Riau News
Tags: BergambutDosaHTIJokowiPulau KecilWilayah Pesisir
Next Post
Kebun Plasma PT TSM Cuma Janji, Ratusan Warga Sungai Gutung Hilir Demo ke kantor Bupati Inhu

Kebun Plasma PT TSM Cuma Janji, Ratusan Warga Sungai Gutung Hilir Demo ke kantor Bupati Inhu

Translate

Popular Post

KPK Usut Dugaan Suap Terkait Pajak, Nilainya Ditaksir Puluhan Miliar Rupiah
Culture

KPK Usut Dugaan Suap Terkait Pajak, Nilainya Ditaksir Puluhan Miliar Rupiah

March 3, 2021
0

  Jakarta (3/3).      Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) tengah menyidik kasus dugaan suap terkait pajak di Direktorat Jenderal...

Read more
Sumsel mendorong perusahaan membentuk desa peduli api

Sumsel mendorong perusahaan membentuk desa peduli api

March 30, 2017
Wagubsu Tinjau Lokasi Bencana

Wagubsu Tinjau Lokasi Bencana

March 30, 2017
Alokasikan Rp 100 Miliar Ditjen Bina Marga Tingkatkan Jalan Menuju Wisata Mandeh

Alokasikan Rp 100 Miliar Ditjen Bina Marga Tingkatkan Jalan Menuju Wisata Mandeh

March 30, 2017
TNI AU: Modernisasi Alutsista Tak Boleh Ditawar

TNI AU: Modernisasi Alutsista Tak Boleh Ditawar

April 10, 2017
  • Tentang Kami
  • Syarat dan Ketentuan
  • Rahasia Pribadi
  • Penolakan
  • Creative Commons
  • Hubungi Kami

Topik

Ikuti Kami

Tentang Kami

Riauberita.com adalah bagian dari Riau Berita Media Group LLC, yang menyampaikan berita harian di seluruh dunia.

© 2017 Riau Berita

No Result
View All Result
  • Indonesia
    • Riau News
  • World
    • Africa
    • Asia
      • China
    • Canada
    • Europe
    • Latin America
    • Middle East
    • Russian Federation
    • United Kingdom
    • United States
  • National Security
    • Military
    • Politics
    • Terrorism
  • Business
    • Economy
  • Science
    • Technology
  • Culture
    • Art
    • Books & Literature
    • Food & Drink
    • Health
    • History
    • Movies & TV
    • Music
    • Religion
    • Travel
    • Women & Children
  • Environment
    • Climate Change
    • Wildlife
  • Sports
    • Auto Racing
    • Cycling
    • Football
    • Golf
    • Olympics
    • Tennis
    • Water Sports

© 2017 Riau Berita